Intelpostnews.com | Tasikmalaya, Jawa Barat,- Meskipun sudah ditegaskan dalam sejumlah Peraturan Pemerintah dan sejumlah Perundang-undangan sampai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang pengelolaan APBD dan Rumah Negara yang melarang keras setiap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta pejabat lainnya baik Kabupaten/Kota yang masih menyewa rumah pribadi ataupun milik orang lain untuk dijadikan rumah dinas jabatannya sendiri dengan alasan apapun, hal tersebut masih tidak membuat gentar para oknum pejabat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten/Kota yang masih kerap melanggarnya demi merauk keuntungan dengan cara membuat keputusan yang dianggap menguntungkan diri pribadi.
Pasalnya, jika ada rumah pribadi Bupati/ Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Wakil kota serta oknum pejabat utama lainnya baik Kabupaten/Kota yang dijadikan rumah dinas jabatannya sendiri dengan alasan tidak diadakannya anggaran ataupun alasan lainnya sama halnya salah satu perbuatan melawan hukum dan melanggar sejumlah peraturan dan perundang-undangan tentang pengelolaan APBD dan rumah negara. Dengan demikian, pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD. Selain itu, pengadaan rumah jabatan juga seharusnya didahului dengan tata cara pengadaan rumah negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Perpres nomor 11 tahun 2008, dimana dalam hal ini, Bupati/Wali Kota yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya untuk menaati peraturan perundang-undangan, karena menggunakan rumah pribadinya sebagai rumah jabatan tanpa memperhatikan ketentuan tata cara pengadaan rumah jabatan.
Selain itu, jika penggunaan rumah pribadi yang menjadi rumah jabatan tersebut terbukti memberikan suatu keuntungan pribadi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikatakan melanggar larangan sebagai kepala daerah berupa membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi. Perbuatan kepala daerah yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dapat menjadi alasan untuk kepala daerah diberhentikan dari jabatannya.
Namun hal tersebut di atas masih tidak membuat gentar sejumlah oknum kepala daerah baik yang ada di Kabupaten/Kota yang masih saja melanggarnya, seperti salah satu contoh yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya diduga kuat telah menyewa rumah pribadi dan atas nama orang lain untuk dijadikan rumah dinas jabatannya sendiri selama menjabat dengan nilai anggaran yang cukup besar, yang lebih mirisnya lagi, rumah dinas Wakil Bupati Kabupaten Tasikmalaya sudah ada sebelum nya namun diduga tidak pernah dihuni dan malah menyewa rumah lain untuk dijadikan sebagai rumah dinas jabatannya.
Seperti salah satu anggaran yang sudah direalisasikan di tahun anggaran 2023 saat ini senilai Rp. 370.000.000,- (tiga ratus tujuh puluh juta rupiah) dengan nama paket belanja sewa rumah negara golongan 1 (satu), melalui satuan kerja Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan uraian pekerjaan sebanyak 2 (dua) paket pekerjaan belanja sewa rumah negara golongan 1 (satu) meliputi belanja sewa rumah Wakil Bupati Tasikmalaya dan belanja sewa rumah Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2023 bersumber dana dari APBD dengan jadwal pelaksanaan mulai Januari 2023.
Sebelumnya pemberitaan ini diterbitkan, tim intelpostnews.com dan awak media lain sudah melakukan konfirmasi langsung terhadap Asisten Daerah 3 (tiga) Kabupaten Tasikmalaya selalu bagian umum atas nama Asep Darisman guna meminta kejelasan terkait adanya anggaran tersebut di atas dan meminta hak jawab dari Wakil Bupati beserta Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya, (Rabu, 8 Maret 2023). Asep Darisman mengatakan jika pihaknya sudah melakukan koordinasi langsung dengan Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah terkait hal tersebut setelah mendapat laporan dari awak media dan membenarkan jika adanya anggaran untuk sewa rumah dinas Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah setiap tahunnya yang sudah direalisasikan, dirinya pun meminta kepada pihak media dan Lembaga Swadaya Masyarakat Satria Muda Nusantara (LSM SAMUDRA) untuk tidak memberitakan dan melaporkan terlebih dahulu dengan alasan dirinya mau berkoordinasi kembali dengan Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya.
“Pertama saya haturkan terimakasih kepada rekan-rekan media ataupun dari lembaga yang sudah memberitahukan, jujur saya baru tahu sekarang yang sebenarnya, kemarin-kemarin saya hanya dengar desas desusnya saja, dan setelah saya cek ternyata memang benar dari tahun 2019 sudah direalisasikan, saya pun sudah berkoordinasi dengan pimpinan yang bersangkutan salah satunya Pak Sekretaris Daerah, ya kalau bisa hal ini tolong jangan dulu diberitakan apalagi sampai dilaporkan, khawatir nanti menjadi gaduh Pak, dan Pak Sekretaris juga meminta saya untuk membereskan masalah ini, kita cari solusi yang terbaiklah, insya Allah besok atau lusa sudah ada jawaban kembali dari pimpinan yang bisa saya sampaikan kepada Bapak-Bapak“, ucapnya.
Sesampainya berita diterbitkan, kembali tim intelpostnews.com melakukan konfirmasi melalui pesan whatsapp milik Asisten Daerah 3 (tiga) Asep Darisman untuk mempertanyakan hak jawab dari Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Asep pun menjawab belum ketemu dengan Sekretaris Daerah atas nama Mohammad Zen dengan alasan yang bersangkutan masih berada diluar kota dan dirinya mau ke Ciawi menghadiri acara pelantikan pergantian sejumlah pejabat.
“Belum bertemu dengan Pak Sekda lagi diluar kota, ijin nunggu beliau dulu, hari ini juga pulang, saya belum ketemu pimpinan bang, kalau memang abang ada pertimbangan lain, saya tidak bisa mencegah, Pak Sekda rencana ke Ciawi, acara juga baru mau mulai bang, saya baru nyampai Ciawi“, ucapnya.
Menyikapi hal tersebut di atas, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Satria Muda Nusantara (LSM SAMUDRA) Ananto Wibowo, SH., kepada tim intelpostnews.com akan segera melayangkan surat laporan resmi terkait adanya dugaan atau indikasi penyalahgunaan jabatan dan wewenang atau tindak pidana korupsi belanja sewa rumah pribadi untuk dijadikan rumah dinas oleh pejabat eksekutif Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran APBD 2019-2023 kepada sejumlah pihak Aparat Penegak Hukum (APH) sampai ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat serta akan melakukan aksi audiensi.
“Saya selaku Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Satria Muda Nusantara (LSM SAMUDRA) bersama tim akan segera melayangkan surat laporan resmi kepada seluruh aparat penegak hukum sampai ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang pejabat eksekutif Kabupaten Tasikmalaya yang diduga kuat telah menyewa rumah pribadi nya untuk dijadikan rumah dinas jabatannya, selain itu kami pun akan segera melakukan aksi audiensi untuk mempertanyakan terkait pengadaan Rumah Negara untuk Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan APBD“, tegasnya.
Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai hak protokoler dan hak keuangan. Terkait hak keuangan meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, dan tunjangan lain. Hak keuangan secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (“PP 109/2000”). Menurut Pasal 6 ayat (1) PP 109/2000, kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan. Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada pemerintah daerah tanpa suatu kewajiban dari Pemerintah Daerah.
Dikutip dari artikel Penyimpangan Penghunian Rumah Jabatan Kepala Daerah, fasilitas rumah jabatan yang ditempati Kepala Daerah dan Wakilnya sebagai pejabat Negara merupakan Rumah Negara. Berpedoman pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara (“PP 40/1994”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara, rumah negara merupakan bangunan yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
Pengadaan rumah negara dapat dilakukan dengan cara pembangunan, pembelian, tukar-menukar, tukar bangun atau hibah yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan, Penetapan Status, Pengalihan Status, dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara (“Perpres 11/2008”).Selain itu, biaya sarana dan prasarana (rumah jabatan), sarana mobilitas (kendaraan dinas), dan biaya operasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).
Dari uraian di atas, baik pada saat masih menjadi daerah persiapan maupun setelah ditetapkan menjadi daerah baru, daerah kabupaten/kota telah mengelola anggaran daerah sendiri. Dengan demikian, pemanfaatan rumah pribadi menjadi rumah jabatan dengan alasan tidak diadakannya anggaran untuk itu, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan APBD. Selain itu, pengadaaan rumah jabatan juga seharusnya didahului dengan tata cara pengadaan rumah negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Perpres 11/2008. Dimana dalam hal ini, bupati/wali kota yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya untuk menaati peraturan perundang-undangan, karena menggunakan rumah pribadinya sebagai rumah jabatan tanpa memperhatikan ketentuan tata cara pengadaan rumah jabatan.
Selain itu, jika penggunaan rumah pribadi yang menjadi rumah jabatan tersebut terbukti memberikan suatu keuntungan pribadi, maka kepala daerah yang bersangkutan dapat dikatakan melanggar larangan sebagai kepala daerah berupa membuat keputusan yang memberikan keuntungan pribadi. Perbuatan Kepala Daerah yang melanggar kewajiban dan larangan tersebut dapat menjadi alasan untuk Kepala Daerah diberhentikan dari jabatannya. (Chandra Foetra S/Fajar).