Intelpostnews.com | Babel – Aktivitas penambangan timah ilegal pada wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk di Provinsi Bangka Belitung disinyalir telah merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Nilai kerugian ini mencakup berbagai macam kerusakan lingkungan yang dipicu aktivitas tambang ilegal.Nilai kerugian Rp 271 triliun tersebut muncul dari kalkulasi saksi ahli yang dihadirkan Kejaksaan Agung sebagai penyidik dalam kasus ini, yakni akademisi dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo.
Provinsi Bangka Belitung dikenal sebagai penghasil timah dan praktiknya penambangan timah ilegal di wilayah itu marak, sehingga mengakibatkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022, dalam jumlah yang cukup besar.
Mafia pertambangan timah di Babel seperti sudah mengurita dan sulit untuk di bersihkan. Para mafia tambang seperti sudah terkoordinir dengan baik termasuk pembagian kuota dari perusahan-perusahaan tambang dan tambang rakyat yang terindikasi merugikan negara dan lingkungan.
Ketua BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia (LAI), Agustinus Petrus Gultom mengatakan menguritanya mafia tambang di Babel akan sulit dibersihkan. PT BIP misalnya, saham terbesarnya disinyalir dimiliki PT BT sebesar 75 persen.
Pihaknya menduga IUP PT BIP sebesar 92,10 hektar, sementara PT BT hanya memiliki IUP dengan luasan 18 hektar, yang terindikasi salah satu pemegang sahamya merupakan ‘pemain’ dan namanya terindikasi juga banyak sebagai pemilik di perusahaan lain.
Hasil investigasi dan olah data sementara, perusahaan yang berdiri sejak tahun 2008 tersebut kemudian diambil alih oleh PT BT pada Juni 2012, semenjak diambil alih oleh Manajemen PT BT, menurut BP2 Tipikor perusahaan tersebut diduga tidak pernah turut berpartisipasi dan berkontribusi serta mengintegrasikan program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Hasil investigasi sementara, menunjukkan adanya data dan informasi tersebut benar adanya, namum data dan informasi masih kita kumpulkan dan kita dalami sebelum kita laporkan secara resmi ke pihak Kejaksaan Agung RI,” jelas Ketua BP2 Tipikor Agustinus Petrus Gultom, saat dimintai keterangan oleh awak media di ruang kerjanya.
CSR itu mutlak tanggung jawab sosial perusahaan, lanjut Agustinus, namun semenjak berdirinya perusahaan PT BIP hanya melakukan aktivitas bisnis saja, dan diduga mengabaikan dampak sosial dan lingkungan dalam operasional bisnis baik kepada masyarakat maupun lingkungan sekitar nya. Aparat terkait yang melakukan pengawasan patut untuk diperiksa, termasud pajak pendapatan untuk negara yang disinyalir di sunat, jelasnya.
“Umumnya pertambangan dimulai dengan konservasi, lalu eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, eksploitasi, dan berakhir dengan reklamasi. Tahapan-tahapan tersebut merupakan tahapan yang biasa digunakan sebagai acuan utama dalam proses pertambangan, namun tahapan demi tahapan tersebut disinyalir tidak dilaksanakan dan dilakukan oleh pihak PT BIP dengan baik, tegas Agus.
Agustinus menambahkan, PT BIP juga diduga telah melakukan penggelapan pajak dari tahun 2012 sampai saat ini, khususnya sejak lahan pertambangan tersebut mulai dikelola. Kuat dugaan hasil aktifitas penambangan tersebut hanya dinikmati pihak pengurus PT BIP, termasuk dugaan banyaknya oknum-oknum yang membekinginya, ujarnya.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja dan keberanian Jampidsus, Febrie Adriansyah dan jajaranya dalam melakukan pemberantasan korupsi dan mafia tambang di Babel yang merugikan negara ratusan triliun rupiah. Namun kami juga mendesak pihak Kejagung untuk tidak tebang pilih dan terus melakukan penyelidikan kepada PT BIP, puluhan perusahaan lainya, termasuk pihak pengawas terkait,” harap Agus.
Sampai sat berita ini di terbitkan, terkait perkembangan kasus dan dugaan tersebut, hingga saat ini pihak Kejagung dan PT BIP belum bisa dimintai keterangan resmi.(Red)