Rokan Hilir // intelpostnews.com – Kasus Korupsi Guncang Mahkamah Agung. Arjuna Sitepu, pegiat anti rasuah yang tegas dikenal getol membela warga terzolimi di berbagai tempat ini, tergabung sebagai Team Investigator Nasional Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Anti Korupsi Penyelamatan Aset Negara (DPP GAKORPAN), angkat bicara. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) tersandung dalam skandal korupsi besar yang melibatkan jual-beli perkara, sampaikannya kepada awak media ini, melalui panggilan video virtualnya , Senin (6/5/2024).
Menurut Wilson Lalengke dari Lemhannas RI, Dewi Anggrahaeni, seorang warga senior (Lanjut usia), menjadi korban dari skema korupsi ini dalam perjuangannya untuk mempertahankan hak atas tanah warisan, ucap Sitepu.
Pasalnya, meski telah memenangkan kasus di pengadilan negeri dan tinggi, upayanya terhenti di MA, di mana ia dikalahkan karena ketidakmampuannya untuk memenuhi permintaan suap dari oknum pegawai MA, jelasnya.
Bahkan, dokumen putusan yang diterima oleh Rita Sari, kuasa hukum Dewi, ditemukan palsu, dan upaya Peninjauan Kembali (PK) ditolak setelah gagal memenuhi permintaan uang muka, terang Sitepu.
Lanjutnya, latar belakang hal ini, berawal Dewi Anggrahaeni berjuang untuk hak atas tanah warisan yang dirampas. Kasusnya berhasil di tingkat pengadilan lokal dan tinggi, namun terhambat di MA karena masalah suap, pungkasnya.
Kronologi:
Dewi Anggrahaeni memenangkan kasus di pengadilan lokal dan tinggi. Di MA, kasusnya terhenti karena tidak dapat memenuhi permintaan suap. Dokumen putusan yang palsu diterima oleh Rita Sari, jelas Sitepu.
Tambahkannya, upaya PK ditolak karena tidak dapat memenuhi permintaan uang muka, tandasnya
Dampak:
Skandal ini menodai reputasi MA dan mengungkap realitas pahit bahwa keadilan tampaknya hanya untuk mereka yang mampu membayar, meninggalkan mereka yang tidak mampu di belakang, tegas Sitepu.
Menurutnya, Wilson Lalengke dan PPWI aktif memperjuangkan korban dari skema korupsi ini dan berusaha mengungkap praktik jual-beli perkara yang terjadi di MA, sebagaimana amanat Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” dan Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Uraikannya.
Yang pasti, kasus ini menyoroti urgensi reformasi di MA, menegaskan pentingnya sistem keadilan yang adil dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat, tanpa terkecuali. Tutupnya, (Red)
Sumber Kontak:
Dewan Pembina Berita Istana Negara.
Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012.
Wilson Lalengke .Pd, M.Sc, MA
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).