Intelpostnews.com | Tasikmalaya, Jawa Barat,- Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja pada instansi pemerintah. Sedangkan PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Membahas mengenai larangan ASN berpolitik atau terlibat dalam politik praktis, ini berkaitan dengan aturan Netralitas ASN. Artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara. Netralitas ASN dalam Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ditujukan bagi ASN dan pegawai pemerintah Non-ASN termasuk pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK.
Semuanya dilarang keras berkampanye atau berkegiatan yang mengarah pada keberpihakan, atau sosialisasi di media sosial yang meliputi posting, share, komentar, dan like.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Chandra F. Simatupang mengatakan, ASN harus netral menjelang Pemilihan Umum ataupun Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 ini, sebab menurutnya, ketidaknetralan ASN akan berdampak pada berbagai hal hingga ASN menjadi tidak profesional.“Sebagai penyelenggara pelayanan publik, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) harus diwujudkan menjelang Pemilihan Umum ataupun Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024. ASN harus bebas dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak pada kepentingan politik siapapun. Sebab, ketidaknetralan ASN berdampak pada terjadinya diskriminasi layanan, munculnya kesenjangan dalam lingkup ASN, adanya konflik atau benturan kepentingan, hingga ASN menjadi tidak profesional. Untuk itu, pengawasan yang kuat disertai dengan penerapan sanksi menjadi kunci untuk memastikan netralitas ASN dalam Pemilu atau Pilkada 2024 tetap terjaga“, ungkapnya.
Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang ASN menyebutkan, pegawai pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Dan untuk sanksi kepada para oknum ASN yang terbukti terlibat berpolitik menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, akan diberhentikan tidak dengan hormat, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (4) jo. Pasal 52 ayat (3) huruf j UU ASN. Selain itu, adapun sanksi bagi setiap ASN yang membuat posting, comment, share, like, bergabung/follow dalam group/akun pemenangan calon presiden/wakil presiden/DPR/DPD/DPRD/gubernur/wakil gubernur/bupati/wakil bupati/wali kota/wakil wali kota, termasuk pelanggaran disiplin atas Pasal 9 ayat (2) UU ASN dan Pasal 5 huruf n angka 5 PP 94/2021.Bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan di atas, hukuman disiplin berat dijatuhkan yakni terdiri atas; penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Selain pelanggaran disiplin, bagi setiap PNS yang melanggar peraturan tersebut diatas juga dianggap melakukan pelanggaran kode etik pada Pasal 11 huruf c PP 42/2024 yaitu etika terhadap diri sendiri yang mencakup menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan.Sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut adalah sanksi moral yang dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian, baik berupa pernyataan secara tertutup atau terbuka. Lalu, dalam pemberian sanksi moral tersebut, harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS.
Hal ini diatur dalam Pasal 15 PP 42/2004. Selain sejumlah larangan yang termuat dalam UU ASN tersebut diatas, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Pasal 4 angka 12-15 menerangkan mengenai larangan PNS dalam memberikan dukungan atau melakukan kegiatan yang mengarah pada politik praktis pada kontestasi pilkada atau pileg.Selain sejumlah peraturan tentang larangan bagi ASN/PNS berpolitik, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan. SKB diterbitkan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN pada pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2024. SKB ini ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Plt. Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto, serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja pada hari Kamis, 22 September 2022 lalu di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta.
Keberlakuan SKB Netralitas ASN dalam pemilu 2024 yang lalu ataupun untuk Pilkada 2024 ini serta pada Pemilu atau Pilkada tahun-tahun selanjutnya, pada prinsipnya bertujuan untuk mewujudkan pegawai ASN yang netral dan profesional serta terselenggaranya pemilu yang berkualitas. Untuk menjaga netralitas ASN, pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi diantaranya Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 2 Tahun 2022 Nomor 800-5474 Tahun 2022, Nomor 246 Tahun 2022, Nomor 30 Tahun 2022, dan Nomor 1447/1/PM.01/K.1/09/2022 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.SKB netralitas ASN dalam pemilu mengatur perihal yang beragam, bukan hanya ditujukan khusus bagi ASN saja, tetapi juga bagi pegawai pemerintah non pegawai negeri (Non-ASN).
Berikut beberapa perilaku ASN yang dilarang keras terkait Pemilu 2024 yaitu kampanye atau sosialisasi media sosial yang meliputi posting, share, komentar, dan like. Kemudian menghadiri deklarasi calon, ikut sebagai panitia/pelaksana, ikut kampanye dengan atribut ASN, ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, menghadiri acara parpol, menghadiri penyerahan dukungan parpol ke paslon, mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan, memberikan dukungan ke caleg dengan memberikan KTP.Kemudian, untuk pegawai pemerintah non pegawai negeri juga diatur dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.01 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Non Pegawai Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan yang disahkan pada 3 Januari 2023 lalu.Surat edaran tersebut menyebutkan setiap orang yang menikmati gaji dari anggaran negara, maka terkena kewajiban menjunjung tinggi asas netralitas. Tidak hanya bagi ASN namun berlaku pula untuk pegawai pemerintah non pegawai negeri, perlu ditegaskan bahwa termasuk didalamnya adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau (PPPK). Aparatur Sipil Negara (ASN) perlu mencermati potensi gangguan netralitas yang bisa terjadi dalam setiap tahapan pemilihan umum. Potensi gangguan netralitas dapat terjadi saat sebelum pelaksanaan pemilu, tahapan pendaftaran, tahapan penetapan calon, maupun pada tahap setelah penetapan presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah yang terpilih. (Tim/Red).