Menanggapi Berita Yang Terbit Di Media Online Yang Berjudul Oknum Sekwan Muba Video Call Dengan Wanita Adu Oral Sex, Pihak Korban Akan Menuntut Secara Jalur Hukum


Musi Banyuasin | Intelpostnews.com

Sekayu-Terkait adanya terbit pemberitaan di Media Online yang berjudul Diduga Oknum Sekwan MUBA Video Call Dengan Wanita Adu Oral Sex, Pemberitaan tersebut yang berdampak menimbulkan berbagai polemik di kalangan masyarakat, Sehingga bertambah memperluas tercemarnya nama baik salah satu pejabat pemerintah yang menjadi korban, bahkan berita tersebut menimbulkan dampak bagi pihak keluarga korban merasa terimindasi di lingkungan masyarakat.

Pemberitaan yang di terbitkan tanpa konfirmasi dan di pahami secare jelas dengan teliti sebelumnya oleh salah satu jurnalist media online.

Dalam hal seperti ini hendaknya sebagai jurnalist dalam menerbitkan pemberitaan harus memegang kode etik dan menjunjung tinggi harkat sebagai wartawan yang propesional, agar memahami bahwa tidak semua jenis penemuan dapat secara langsung di beritakan tanpa melakukan konfirmasi dengan melakukan penyelusuran, penelitian, secara cermat dengan pemahaman yang jelas dan akurat, agar tidak salah dalam menempatkan, mana yang sebagai korban atau pelaku (tersangka), Karena bila gagal paham dalam menangapi persoalan pada penemuan tayangan video, maka akan melakukan kesalahan patal dalam menempatkan suatu penyampaian susunan pada pemberitaan.

Wartawan harus bersipat NETRAL dalam membuat dan menerbitkan pemberitaan, baik pada suatu kejadian dan dalam permasalahan apapun.

Jurnalist tidak boleh membuat berita yang berupa, “Suatu ujaran kebencian terhadap yang di beritakan, yang mengandung mencemarkan nama baik terhadap pihak yang di beritakan, bilamana penemuan tersebut masih dalam tahap Praduga, karena dapat mengacu pada pelanggaran kode etik Jurnalistik, juga melanggar pasal pada Undang-Undang ITE.

Sebagaimana yang tertuang pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) menyebutkan, bahwa dalam menyajikan informasi sebagai produk jurnalistik, wartawan dituntut untuk selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Berita yang terlampau Vulgar yang menggambarkan seakan sebagai pelaku melakukan kejahatan Susila terhadap korban, yang dapat menambah Trauma dan penderitaan bagi korban, juga berpotensi menimbulkan copy cat, yaitu pelaku kejahatan baru yang terinspirasi oleh kejahatan yang terjadi sebelumnya. Agar di pahami, Pers tidak sepatutnya mengeksploitasi kasus kejahatan susila.

Sebagai Jurnalist harus bersikap bijaksana dan berhati-hati dalam peliputan kasus kejahatan susila, media dapat terhindar dari kemungkinan pelanggaran kode etik jurnalistik dan bisa ikut berkontribusi mencegah terjadinya kejahatan susila, Jangan mengubar pemberitaan yang belum secara jelas sebagaimana Video tersebut masih dalam proses tindak lanjut tim Siber ITE Polda Sumsel.

Pemberitaan dalam persoalan menyangkut Susila Video Call Sex, berbeda dengan pada pemberitaan pada permasalahan biasanya, karena pada persoalan terkait pada Video banyak yang Gagal Paham dalam menanggapi, yang bila tanpa melakukan konfirmasi sebelumnya terhadap pihak yang akan di beritakan, merupakan salah satu tindakan kesalahan, perbuatan yang melanggar kode etik Jurnalistik, yang merusak nama baik jurnalistik di negara Republik Indonesia.

Padahal pada dasarnya, terkait kejadian yang di alami oleh korban yang di beritakan oleh salah seorang jurnalist dari media Online, selayaknya jurnalist harus meneliti memahami lebih dalam sebelum melakukan pemberitaan, agar tau lebih jelas dalam menempatkan dan mengambil tindakan untuk pemberitaan, jangan hanya menanggapi sepintas tayangan pada Video, secara langsung melakukan tindakan menerbitkan pemberitaan, tanpa di telusuri secara jelas akurat, bagaimana selayaknya seorang wartawan saat bertugas pada liputan pemberitaan.

Agar tau secara jelas benar dan akurat, Jangan menjadi wartawan namun termasuk bagian dari orang-orang yang gagal paham dalam menanggapi permasalahan, karena jika salah dalam kalimat pemberitaan, dapat berdampak berpengaruh buruk pada masyarakat luas, jadi jangan menerbitkan pemberitaan yang asal-asalan tanpa berdasar, Namun agar di pahami dengan jelas dan akurat sebelumnya, perhatikan dan cermati, apakah ada yang terdapat pada tayangan video Call Sex tersebut yang mengandung unsur dapat di jerat sangsi hukum UU Pornograpi, apakah posisi yang di beritakan sebagai Penyedia atau Konsumen di dalam susunan peran VCS, Dan agar di ketahui lebih jelas apakah korban ada terdapat bukti menyebarluaskan / memperjual belikan secara sengaja video tersebut, atau kah hanya sebagai korban, oleh salah satu oknum yang di lakukan atas unsur suatu politik untuk menjatuhkan karier posisi jabatan korban, permasalahan yang belum dapat di pastikan pembuktian sebagai peran yang sebenarnya atau video asli atau Video setingan dari pihak oknum yang tidak bertanggung jawab.

Menyimak dari ungkapan dan kritikan pada pemberitaan tersebut, Semestinya Jurnalist yang menerbitkan pemberitaan, harus mengetahui sebelumnya, persoalan Video Tersebut apakah dalam tindak lanjut dalam proses penyelidikan pihak kepolisian, jangan asal menerbitkan pemberitaan saja, sebagai jurnalist tetap menjunjung tinggi kode etik sebagai wartawan.

Seorang Jurnalist yang Propesional, tidak akan menerbitkan pemberitaan dengan asal-asalan saja, Namun akan selalu berpedoman dan menjaga nilai-nilai kode etik Pers.

Sebagaimana tugas jurnalist sebelum membuat pemberitaan agar terlebih dahulu mengetahui menyelusuri dengan secara teliti, bukan hanya berdasar pada tayangan di Video saja.

Saat korban di konfirmasi oleh Awak Media, menanggapi permasalahan tersebut, yang mana di katakan oleh korban, “Bahwa, “Semenjak dari awal dirinya mengetahui adanya muncul Video tersebut, yang pada tayangan Video dirinya di jadikan sebagai peran di tayangan Video, Saya merasa di cemarkan nama baik saya, yang sengaja adengan tersebut di seting oleh salah satu oknum pihak yang tidak bertanggung jawab, yang bertujuan sengaja ingin mencemarkan nama baik saya, ingin merusak / mengeser karier jabatan saya di pemerintahan, Akibat adanya muncul tayangan video tersebut, setiap saat saya di hubungi di telphone yang mengaku dari berbagai Lembaga dan Media, Video tersebut di jadikan oleh dari berbagai pihak oknum sebagai alat untuk melakukan penekanan, pengancaman, dan pemerasan terhadap saya, karena saya merasa tidak pernah melakukan hal seperti itu, saya tidak terima, akhirnya sesuai prosedur aturan secara jalur hukum saya ambil tindakan melapor ke Tim Siber ITE Polda Sumsel, juga membuat laporan ke Polres Muba, Bahkan saya sempat berapa kali di konfirmasi oleh awak media terkait permasalahan yang saya alami, dalam keterangan sebelumnya secara jelas telah di jelaskan di terbitkan pada pemberitaan di beberapa Media Online, Menerangkan permasalahan tersebut ke Publik, yang mana saya sebagai korban, yang mengalami kerugian moril dan materi serta pencemaran nama baik saya, “Ucapnya.

Selanjutnya-Langkah tindakan tersebut saya lakukan, karena saya merasa tidak pernah sama sekali berperan melakukan seperti pada video tersebut, juga saya menjaga agar jangan sampai berlanjut terjadi lagi orang-orang bergantian menghubungi saya alasan mau konfirmasi tentang video tesebut, pada akhirnya melakukan penekanan, pengancaman yang berujung pemerasan terhadap saya, “Jelasnya.

Sementara saya menunggu dari pihak kepolisian Tim ITE Polda Sumsel dan Kepolisian Polres Muba melakukan proses penelitian untuk pembuktian kebenaran siapa sebagai pemeran pada tayangan Video tersebut, serta menunggu tindak lanjut jalan proses pihak kepolisian, tiba-tiba pada (17-11-2024) salah satu Media Online menerbitkan pemberitaan terkait Video tersebut, yang sebagaimana terdapat masih mempergunakan Video tersebut sebagai alat yang termasuk penekanan pada saya sebagai korban, juga pada isi pemberitaan nya, telah mencemarkan nama baik saya selaku pejabat pemerintah, bahkan berita tersebut menimbulkan intimidasi bagi keluarga besar saya, terutama pada istri dan anak-anak saya, pada saat istri saya lagi di tempat kerja dan anak-anak saya di sekolah dan lingkungannya jadi malu lantaran pemberitaan tersebut. “Keluhnya.

Kemudian di sampaikan juga oleh korban, “Kejadian yang saya alami telah berulang kali sebelumnya saya berikan informasi keterangan ke berbagai awak media yang melakukan konfirmasi ke saya, dan apa yang saya alami di terbitkan pada pemberitaan kepada masyarakat terkait munculnya beredar Video tersebut, agar jangan sampai tergiur hanya demi mendapatkan suatu yang menjadi tujuan, menjadikan video tersebut sebagai alat untuk melakukan suatu tindakan yang salah dapat terjerat akan sangsi jerat hukum, “Tegasnya.

Tindakan tersebut, sebagaimana telah tercantum pada Potensi hukuman pelaku ancaman pemerasan juga penyebaran video pribadi sudah diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber, yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”.

Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat 4 UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 1 miliar

Selain itu, pelaku penyebaran juga dapat dijerat Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 1 angka 8 UU 19 / 2016 yang menambah baru Pasal 45B UU ITE yaitu:

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Apabila dilihat dari segi penyebaran konten pornografinya, maka pelaku penyebaran dapat dijerat Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 1 angka 8 UU 19/2016 yang mengubah Pasal 45 ayat (1) UU ITE sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Atas kejadian yang di alami pihak korban merasa sangat di rugikan atas pemberitaan yang telah mencemarkan nama baiknya, yang akan melakukan tindakan secara jalur hukum, sesuai aturan undang-undang di Negara Ri.

(TIM RKT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *