Musi Banyuasin | Intelpostnews.com.
Sekayu-Terkait adanya terbit pemberitaan di media masa yang berjudul Integritas Yang Ternoda Skandal Asusila di Kalangan Pejabat Publik, menanggapi pemberitaan tersebut, Dewan Redaksi Media Intelpostnews Sumsel Herye A Angkat Bicara.!!
Di katakan oleh Herye, “Sebagai jurnalist dalam menerbitkan pemberitaan baik pemberitaaan berupa Straight news, Depth News, Opinion News, Interpretative
News dan investigation, hendaknya jurnalist tetap menjunjung kode Etik Pers, Serta Jurnalist dalam meliput pemberitaan dengan berdasarkan unsur 5W+1H, yaitu :
What (apa), Who (siapa), When (kapan), Where (di mana), Why (mengapa), How,
“Berita yang di terbitkan, agar selalu berpedoman dengan memegang Kode Etik Pers dan tidak melanggar UU ITE, juga tidak mengandung unsur ujaran kebencian. “Jelasnya.
Seperti dalam memberikan suatu kritikan, hendaknya agar lebih di pahami dengan teliti dan cermat sebelumnya dalam menempatkan kritikan yang selayaknya kepada pihak Pelaku (Tersangka), bukan di tujukan kepada Korban. “Ujarnya.
Di sampaikan juga oleh Herye, “Pada pemberitaan yang di terbitkan dengan Judul Integritas Yang Ternoda : Skandal Asusila di Kalangan Pejabat Publik, Kritikan pada pemberitaan tersebut yang mengarah pada suatu kejadian yang terjadi di alami oleh salah satu pejabat pemerintah, kritikan di pemberitaan tersebut semestinya di tujukan terhadap pelaku (tersangka), bukan malah mengarah kepada korban, yang dapat menimbulkan polemik pengaruh pada masyarakat dalam menyikapi permasalahan tersebut menjadi gagal paham, “Imbuhnya.
Di lanjutkan Herye, “Jika salah menanggapi suatu permasalahan, maka akan salah dalam menempatkan susunan dalam pemberitaan, sehingga berita yang di terbitkan dapat berdampak pada salah satu pihak menanggapi, berita yang mengandung unsur ujaran kebencian, Yang mana terkandung pelanggaran kode Etik Pers dan UU ITE. “Tegasnya.
Dalam ungkapannya di sampaikan Herye, Banyak terjadi salah pemahaman di lakukan oleh sepihak di saat menanggapi persoalan tentang penemuan pada Video Call Sex yang muncul menjadi permasalahan, yang beredar di sebarluaskan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, dalam menanggapi dan menindak lanjuti permasalahan Video Call Sex banyak terjadi sepihak yang gagal paham dalam menanggapi, menempatkan, dan menentukan antara mana selayaknya letak sebagai Korban dan Pelaku. ” Ujarnya.
Sering kali secara sepintas sepihak mengangap yang berperan di dalam tayangan Video sebagai pelaku, tanpa di teliti di cermati secara aturan dengan benar dan jelas, Padahal pemeran pada tayangan video sesungguhnya sebagai korban, yang di cemarkan nama baiknya, yang mana mengalami kerugian moril dan materi, yang tentu tidak selayaknya jika di berikan tindakan berbagai kritikan, penekanan, pengancaman, dan tindakan lainnya yang sesungguh nya tindakan tersebut tidak berdasar dan salah menempatkan “Jelasnya.
Gagal Paham dalam menanggapi suatu permasalahan bukan hanya dapat terjadi di lakukan oleh orang yang berpendidikan rendah saja, Namun sering kali juga di lakukan oleh orang yang telah berpendidikan tinggi, bahkan telah memiliki gelar pendidikan sekolah tinggi. “Ujarnya.
Kepada segenap lapisan masyarakat jika menemukan permasalahan kejadian seperti ini hendaknya agar jangan menjadi bagian orang yang gagal paham dalam menangapi dan menyikapi, agar tidak salah arah langkah dalam menempatkan dalam melakukan suatu tindakan.
Sebaiknya di teliti di cermati secara jelas dan benar terlebih dahulu, yang mana dalam permasalahan tentang Video Call Sex telah di tetapkan berdasarkan Undang-Undang Hukum Pornografi, Penerapkan Pelanggaran dan Sangsi tentang Video Call Sex (VCS), Yang dapat di jerat Sangsi Undang-Undang Pornografi, yang mengacu sangsi ancaman jerat hukum terhadap Penyedia Jasa VCS dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pornografi. “Jelasnya.
Sementara bagi Konsumen Pengguna Video Call Sexx (VCS) tidak dapat di jerat Undang-Undang Pornografi, Pernyataan tersebut telah tercantum pada perlindungan Undang-Undang No II Tahun 2008, Undang-Undang No 44 Tahun 2008, Perlindungan bagi pengguna Video Call Sexx, Bilamana pengguna menyimpan rekaman video yang hanya di jadikan sebagai dokumen pribadi tidak untuk di sebarluaskan ke pihak lain, dan tidak terdapat bukti di sebar luaskan atau di perjual belikan oleh penguna ke pihak lain, Penguna tidak dapat di kenakan sangsi jerat hukum pada Undang-Undang Pornograpi. “Ungkapnya.
Sebaliknya agar dapat di pahami oleh masyarakat , Untuk tidak menetapkan tuduhan langsung ke sepihak, berdasarkan tayangan yang ada pada Video Call Sex yang tersebar, karena belum tentu orang yang sebenarnya yang di peran kan di tayangan Video tersebut , karena penyetingan kesamaan wajah, tempat, kondisi postur tubuh, dapat di lakukan oleh oknum dengan berbagai cara untuk mencemarkan nama baik korban, dalam melakukan tindakan aksi penekanan, pengancaman, pemerasan, dan tindakan lainnya kepada korban demi mendapatkan yang menjadi tujuannya. “Pungkasnya.
Pihak Kepolisian Tim Siber IT dalam mengantisipasi kejadian seperti ini, telah memberikan himbauan kepada masyarakat yang mengalami menjadi korban, bilamana mengalami hal seperti ini hendaknya agar segera melakukan tindakan melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) Tim Siber ITE, Untuk mencegah mengatasi berkelanjutan terjadinya tindakan oleh oknum-oknum melakukan penekanan, pengancaman, dengan berbagai cara ingin memeras korban.
Tim Siber ITE Kepolisian, dalam menindak lanjuti proses penelitian, penyelidikan dan pengungkapan, yang mana jika dalam berjalannya proses penelitian dan penyelidikan, masih terjadi di lakukan oleh pihak yang masih menjadikan Video Rekaman tersebut sebagai alat dalam melakukan berbagai tindakan terhadap korban, Bilamana Korban memberikan laporan ke pihak Kepolisian dengan menunjukan surat bukti laporan dari Tim Siber ITE Polda, Oknum tersebut dapat di tindak langsung oleh aparat kepolisian dengan melakukan penangkapan jerat sangsi hukum Pidana, Dengan ancaman sebagai Pelaku Penyedia Penyebar Rekaman Video, Pelaku yang melakukan Pengancaman, dan Penekanan dan Pemerasan terhadap korban, Sebagaimana telah di tetapkan jerat sangsi hukum yang tercantum pada Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi. Pasal 27 ayat 4, Pasal 27 ayat 7 UU ITE, Pasal 282 Ayat 2 KUHP, dan Pasal 368 ayat 1 KUHP.
( RKT )