KPK TIPIKOR Desak Penyelesaian Proyek Mangkrak di Rokan Hilir: Ancaman Kerugian Miliaran Rupiah”

DPP KPK TIPIKOR Soroti Risiko Proyek Mangkrak di Rokan Hilir.

Rokan Hilir intelpoatnews.com – Dewan Perwakilan Pusat Komisi Pengawasan Korupsi Tindak Pidana Korupsi (DPP KPK TIPIKOR) menyoroti risiko proyek mangkrak di Kabupaten Rokan Hilir.

KPK TIPIKOR menyarankan agar proyek tersebut segera diselesaikan karena memiliki tenggat waktu penyelesaian yang mendesak.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Divisi (KADIV) DPP KPK TIPIKOR, Arjuna Sitepu, dalam kegiatan investigasi pengawasan dan pencegahan tindak pidana korupsi pada proyek Peningkatan Jalan Kuning Jalil di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, dalam keterangannya kepada media ini, Selasa, Puku:l 17:00 WIB (04/11/2024)

Proyek ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK PENUGASAN) APBD Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2024, dengan nilai kontrak Rp. 11.560.303.450,00, dan PT. NINDYA CAKTI KARYA UTAMA sebagai pemenang tender proyek.

“Kami mengonfirmasi di Kecamatan Pasir Limau Kapas, ada proyek infrastruktur yang tidak selesai sesuai waktu pelaksanaan, ada DAK PENUGASAN dari APBD Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2024,” jelasnya.

Sitepu menyebut risiko ini harus segera ditindaklanjuti karena tenggat waktu yang akan habis dalam waktu dekat. Jika proyek mangkrak, sisa biaya akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dan terancam tidak bisa dimanfaatkan masyarakat.

“Apabila proyek tersebut tidak selesai pengerjaannya sampai batas waktu yang ditentukan, maka Pemda yang harus menanggung biaya sisa, serta masyarakat tidak bisa memanfaatkannya,” ujarnya.

Selain itu, dari informasi yang dihimpun, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Rokan Hilir telah membayarkan uang muka sebesar 25% dari total anggaran kepada pihak kontraktor pemenang tender, PT. NINDYA CAKTI KARYA UTAMA.

“Kami juga menemukan ketidakjelasan di plank proyek. Tidak ada tanggal mulai pengerjaan yang dicantumkan, padahal plank proyek ini adalah bukti formal bahwa proyek sudah berjalan atau sedang dalam proses pengerjaan. Ini jelas kejanggalan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja, sebab memiliki potensi yang lebih besar untuk korupsi,” sebutnya.

.Lebih lanjut, Sitepu juga mengingatkan Pemda Kabupaten Rokan Hilir untuk mengambil langkah tegas terhadap PT. NINDYA CAKTI KARYA UTAMA, supaya terhindar dari kerugian.

Salah satu caranya adalah melalui perjanjian Pelanggaran Kontrak dengan “Sanksi,” pihak Kedua wajib melakukan pembayaran denda keterlambatan kepada pihak Pertama sebesar 1/1000 dari nilai pekerjaan untuk setiap hari keterlambatan, dan tidak boleh melebihi 14 hari terhitung sejak hari pertama keterlambatan pekerjaan tersebut terjadi, terangnya.

Hal ini telah dipertegas berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.05/2022 yang memberikan waktu tambahan untuk penyelesaian pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai akhir tahun anggaran. Jo, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 9 Tahun 2018 menyebutkan bahwa penyedia barang/jasa yang mengalami keterlambatan dapat diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan. Jo, Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan perubahannya dalam Perpres No. 12 Tahun 2021 juga mengatur tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk ketentuan mengenai sanksi keterlambatan.

“Strategi dan manajemen waktu sangat diperlukan guna mengatasi keterlambatan dan dampaknya pada pengerjaan Peningkatan Jalan Kuning Jalil, sehingga kontrak kerja tidak dilanggar,” jelasnya.

Prinsipnya, kami ingin Pemda Kabupaten Rokan Hilir ini bisa diselamatkan. Tidak rugi, sebab sudah menyangkut anggaran yang mencapai miliaran rupiah, bahkan, harus dipertanggungjawabkan secara benar, sesuai dengan aturan pemerintah, tandasnya.

Jika ditemukan adanya penyimpangan antara pihak kontraktor dan Dinas PUTR, maka hal ini akan menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum (APH), ungkapnya.

“Ini yang perlu kita sama-sama antisipasi agar potensi risiko hukum ke depan bisa dicegah.”

Setidaknya, sebagaimana amanat PP No 68 Tahun 1999 tentang Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyelenggara negara, jo PP No 43 Tahun 2018 tentang Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam mencegah dan berantas korupsi, tutupnya. (Red)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan