LSM SAMUDRA Laporkan Oknum Caleg GERINDRA Nomor Urut 1 Dapil 7 Kabupaten Tasikmalaya Terkait Money Politik Ke BAWASLU

IntelPostNews.com | Tasikmalaya, Jawa Barat,- Pesta demokrasi Pemilihan Umum (PEMILU) tahun 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024 kemarin dalam rangka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, calon anggota legislatif tingkat DPR RI, DPD dan DPRD tingkat Provinsi serta Kabupaten/Kota secara nasional sudah selesai, namun hal tersebut bukan berarti tidak menuai konflik dan permasalahan diberbagai daerah. Seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, diduga melakukan money politik, oknum calon legislatif (CALEG) nomor urut 1 dari partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) wilayah daerah pemilihan (DAPIL) 7 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Agung Nugraha, SE., dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Satria Muda Nusantara (LSM SAMUDERA) kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Kabupaten Tasikmalaya, (Jum’at, 16 Februari 2024).

Kepada tim intelpostnews.com, Ketua Umum LSM SAMUDERA Ananto Wibowo, SH., saat dikonfirmasi melalui telepon whatsapp miliknya mengatakan, jika benar pihaknya telah melaporkan salah satu oknum caleg nomor urut 1 daerah pemilihan (DAPIL) 7 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Agung Nugraha, SE., dari partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) kepada pihak Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor surat Laporan Pengaduan (LAPDU) 004-01/LAPDU/SAMUDRA/PEL. PEMILU/Kab. Tsm/II/2024 dengan lampiran sejumlah dokumentasi sebagai alat bukti adanya dugaan money politik dan melampirkan nama-nama Koordinator Desa (KORDES) se-Kecamatan Salawu dan telah diterima oleh pihak BAWASLU Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor surat tanda bukti penyampaian laporan 001/LP/PL/Kab/13.26/II/2024. Ananto pun dengan tegas mengatakan, jika oknum caleg yang telah dilaporkan nya tersebut pernah terbukti melakukan tindakan money politik yang sama pada tahun 2019 lalu, selain itu dirinya pun mengatakan jika politik uang harus dilawan dan berbahaya dan akan melahirkan calon pemimpin atau wakil rakyat yang hanya peduli terhadap kelompok atau golongannya semata, selain itu para wakil rakyat yang memang karena politik uang akan menyebabkan adanya tindak pidana korupsi dikemudian hari dengan tujuan untuk mengembalikan modal dirinya selama mencalonkan diri.

Benar kami dari LSM SAMUDRA telah melaporkan salah satu oknum caleg nomor urut 1 daerah pemilihan (DAPIL) 7 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Agung Nugraha, SE., dari partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) kepada pihak Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor surat Laporan Pengaduan (LAPDU) 004-01/LAPDU/SAMUDRA/PEL. PEMILU/Kab. Tsm/II/2024 dengan lampiran sejumlah dokumentasi sebagai alat bukti adanya dugaan money politik dan melampirkan nama-nama Koordinator Desa (KORDES) se-Kecamatan Salawu sebagai bagian dari pelaku yang diduga kuat telah turut serta dan telah diterima oleh pihak BAWASLU Kabupaten Tasikmalaya dengan nomor surat tanda bukti penyampaian laporan 001/LP/PL/Kab/13.26/II/2024. Yang lebih ironisnya lagi, oknum tersebut pada tahun 2019 lalu telah terbukti melakukan perbuatan money politik sehingga dirinya digugurkan sebagai calon legislatif pada saat itu, sekarang di Pemilu tahun 2024 ini, kejadian yang sama dilakukan kembali orang yang sama yaitu oleh Caleg no urut 1 dapil 7 Kabupaten Tasikmalaya dari partai Gerindra atas nama Agung Nugraha, SE., saya menegaskan bahwa politik uang harus dilawan, serta harus terus disosialisasikan kepada masyarakat bahwa politik uang berbahaya. Dan sosialisasi ini merupakan tugas kita bersama untuk mensosialisasikannya. Termasuk mengajak tokoh masyarakat, pemuka agama, publik figur dan semua pihak menyerukan sekaligus mensosialisasikan tolak politik uang. Politik uang sangat berbahaya karena akhirnya hanya akan melahirkan pemimpin atau wakil rakyat yang hanya peduli terhadap kelompok atau golongannya, pemimpin atau wakil rakyat yang disetir oleh segelintir pemodal dan memunculkan pemimpin atau wakil rakyat yang tidak punya kapasitas mumpuni sebagai pemimpin atau wakil rakyat. Politik uang merusak Pemilu dan demokrasi. Politik uang hanya akan menyuburkan korupsi, keputusan-keputusan yang hanya menguntungkan kelompok atau golongan. Politik uang politik yang berbiaya mahal. Dengan politik uang, menarik suara atau simpati masyarakat dengan sogokan bukan karena kepercayaan atau program. Hasilnya, tentu saja pimpinan atau wakil rakyat yang jauh dari kapasitas, Karena itu politik uang harus kita lawan bersama-sama. Dan kampanye anti politik uang harus di masifkan kembali. Instrumen pengawasan harus lebih ketat dalam mengawasi politik uang“, tegas Ananto.

Meskipun sudah ditegaskan bahwa larangan politik uang tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.

UU 7/2017 menjelaskan bahwa politik uang tersebut bertujuan agar peserta pemilu tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah. Kemudian, politik uang tersebut bertujuan agar peserta kampanye memilih pasangan calon tertentu, memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu, dan/atau memilih calon anggota DPD tertentu. Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.

Sementara, Pasal 286 ayat (1) menyebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.

Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pelanggaran dimaksud terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. Pemberian sanksi terhadap pelanggaran tersebut jtidak menghilangkan sanksi pidana. Untuk sanksi pidana politik uang dibedakan tiga kelompok. Pasal 523 ayat 1 menyebutkan, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.

Kemudian Pasal 523 ayat 2 mengatur terhadap setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung disanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.

Sedangkan Pasal 523 ayat 3 menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta”.

Namun sejumlah peraturan dan perundang-undangan tersebut diatas masih tidak membuat gentar sejumlah oknum pelaku yang masih saja melakukannya meskipun sejumlah sanksi nya bisa di pidana. Sebelum nya pemberitaan ini diterbitkan, tim intelpostnews.com belum mendapatkan keterangan dari pihak caleg nomor urut 1 Dapil 7 Kabupaten Tasikmalaya atas nama Agung Nugraha, SE., dan masih melakukan upaya untuk bisa berkomunikasi. (Chandra Foetra S).

Tinggalkan Balasan