Jateng | intelpostnews.com
Semarang – Pilkada serentak tahun 2024 di Jawa Tengah (Jateng) banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak. Tak terkecuali dari “S”/62, salah seorang mantan fungsionaris sekaligus kader tulen salah satu partai besar. Dalam kesempatanya dia mengatakan kalau Pilkada serentak tahun ini Jawa Tengah di derai oleh persoalan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga ke Kepala Desa/Lurah.
” Sangat memprihatinkan dinamika politik khususnya Jawa Tengah dalam Pilkada tahun ini. Hal ini di tunjukan adanya berbagai munculan konflik politik dalam netralitas ASN hingga Kepala Desa/Lurah di berbagai daerah ” ungkap “S” ketika ditemui awak media pada Selasa, 12/11/24 di rumahnya, Kendal.
Lebih lanjut “S” juga menambahkan bahwa persoalan Netralitas ASN merupakan indikasi kemunduran dari kontestasi calon.
” Menurut saya, persoalan netralitas ASN/Kepala Desa/Lurah merupakan kemunduran kredibelitas calon bukan kelebihan strategi politik. Ketidak percayaan terhadap dirinya red (calon) sehingga memanfaatkan keberadaan ASN/Kepala Desa/Lurah terutama yang masih ada kedekatan dengan para konstituen, ini tinggal kecerdasan para konstituen, namun sepertinya tidak dengan para konstituen muda yang sudah mengerti arah politik para calon ” pungkasnya.
Dilansir dari Dok Pemda Jateng bahwasanya atas kesigapan Pemerintah Daerah Jawa Tengah (Pemda Jateng) dalam merespon atas persoalan netralitas ASN hingga ke Kepala Desa dalam Pilkada serentak 2024 mendapat apresiasi positif dari DPR RI bahwa dikatakan, Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana mendapat apresiasi dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atas respons cepat terhadap isu netralitas kepala desa dan lurah di masa Pilkada serentak 2024.
“Kita patut apresiasi, Pak Pj Gubernur sudah melakukan langkah baik dengan melakukan rakor dan deklarasi netralitas,” kata Anggota Komisi II DPR Ujang Bey dalam keterangan tertulis, Selasa (12/11/2024).
Apresiasi tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI tentang persiapan Pilkada serentak 2024, di Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta pada Senin (11/11/24).
Seperti hasil lansiran dari Kompas.com bahwa sebelumnya Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengakui Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan dua provinsi dengan persoalan netralitas aparatur sipil negara (ASN) jelang Pilkada 2024. Ia menyebut, belakangan ini kementeriannya rutin melakukan pengecekan lapangan di berbagai provinsi bersama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). “Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memang dua daerah yang memang ada dinamika tersendiri berdasarkan aduan yang masuk terkait dengan netralitas ASN, termasuk juga kepala desa,” kata Bima dalam rapat bersama Komisi II DPR RI dan sejumlah penjabat (pj) kepala daerah membahas kesiapan Pilkada Serentak 2024, Senin (11/11/2024).
Kalau ditelaah lebih jauh sebetulnya pada bulan Januari 2024 sudah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) ke tiga Menteri seperti dikutip dari web Kemendagri ketika itu sebagai berikut :
Tangerang, 16 Januari 2024. Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang PedomanPembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Penerbitan SKB tersebut bertujuan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
SKB tersebut ditandatangani oleh Abdullah Azwar Anas(Menteri PANRB, Tito Karnavian (Mendagri), Bima Haria Wibisana (Plt. KepalaBKN), Agus Pramusinto (Ketua KASN), serta Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu).
Dibuatnya SKB netralitas juga akan memudahkan ASN dalammemahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etikmaupun disiplin pegawai. SKB diberlakukan bagi ASN di seluruh tingkataninstansi baik di pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, kota, provinsi diseluruh Indonesia.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenapa ASN harus netral dalam pemilu. Salah satunya adalah mencegah konflik kepentingan. Netralitas ASN penting untuk memastikan tidak ada penggunaan fasilitas negara dalam upaya mendukung peserta pemilu tertentu. Alasan itu juga mendasari peraturan yang mewajibkan netralitas aparat negara lainnya di pemilu, seperti anggota TNI/POLRI, pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Berikut ini adalah undang-undang yang mengatur tentangnetralitas ASN beserta TNI/POLRI :
(1) Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
(2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)
(3) Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(4) Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan
(5) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara
(6) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan,bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Undang-undang tersebut mengatur setidaknya 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya, sebagai berikut:
(1) kampanye melalui media sosial;
(2) menghadiri deklarasi calon;
(3) ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye;
(4) ikut kampanye dengan atribut PNS;
(5) ikut kampanye dengan fasilitas negara;
(6) menghadiri acara partai politik;
(7) menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon;
(8) mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan;
(9) memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP
(10) mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN;
(11) membuat keputusan yang menguntungkan atau merugika npaslon;
(12) menjadi anggota atau pengurus parpol
(13) mengerahkan PNS ikut kampanye
(14) pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain
(15) menjadi pembicara dalam acara Parpol
(16) foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakansebagai bentuk keberpihakan.
Sanksi pelanggaran ASN yang terbukti melakukan pelanggarannetralitas akan dijatuhi sanksi sebagaimana bunyi undang-undang. Aparatur sipil negara yang melanggar prinsip netralitas dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang PembinaanJiwa Korps dan Kode Etik PNS. Adapun jenis sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksinya dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat dengan rincian sebagai berikut:
Hukuman disiplin sedang:
(1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun;
(2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1tahun;
(3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Hukuman disiplin berat:
(1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
(2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
(3) Pembebasan dari jabatan;
(4) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Sebegitu jelas aturan yang tertera di dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) itu, namun masih ada ASN yang membandel. (Ss/Wwn)