Medan | intelpostnews.com
Catatan : Drs Jenda Bangun
Sejarah memiliki peran penting dalam memahami perkembangan manusia dan kehidupan sosial. Sejarah juga merupakan proses dialektis yang bergerak melalui konflik dan pertentangan antara ide-ide yang berbeda. Sejarah adalah upaya pengembangan pemahaman manusia tentang kebebasan dan rasionalitas. Melalui proses ini, manusia bertumbuh dalam kesadaran dan mencapai tahap-tahap yang lebih tinggi dalam evolusi roh universal. (Georg Wilhelm Friedrich Hegel 27 Agustus 1770 – 14 November 1831 Berlin, Prusia.)
Boleh jadi sejarah hidup Drs Rudolf Matzuoka Pardede (4 April 1942 – 27 Juni 2023) adalah satu diantara hal yang disebutkan filsuf kelahiran Stuttgart, Kerajaan Württemberg Jerman tersebut.
Betapa tidak, Drs Rudolf Matzuoka Pardede yang meninggalkan dunia serta semua sejarahnya pasca dirawat di RS Siloam Medan adalah pemilik selaksa sejarah penting tersebut.
Sejarah yang ditorehkannya tidak akan pernah berdusta, sebab ia adalah peristiwa itu sendiri. Langkah – langkah penting dan fenomenal sepanjang hidupnya tercatat dengan cermat, renyah dan gampang dicerna.
Zaman juga telah membuktikan kebenaran serta buah manis hasil semaiannya. Sosok Drs Rudolf Matzuoka Pardede adalah patriot dengan alasan – alasan kelakuannya tadi, baik di keluarga, bisnis serta organisasi yang pernah dipimpinnya.
Kiprah, lakon, status serta jabatan yang diembannya adalah murni sebagaimana amanah yang diturunkan dari almarhum orangtuanya TD Pardede. Langkah yang bermula dalam keluarga, ternyata berkadar sama dan sebangun dengan orangtuanya terutama untuk status “Ketua” yang bermartabat.
Martabat “Ketua” yang disandang TD Pardede sedemikian melekat kepada Drs Rudolf Matzuoka Pardede. Sampai – sampai dalam segala aspek kegiatan panggilan “Ketua” persis sama dengan pendahulunya tersebut.
Selanjutnya ikon “Ketua” menjadi keseharian secara utuh, tidak sebatas hiasan ucapan namun terpatri secara fasih, berwibawa dan bersih. Dan ini yang membedakannya dengan “ketua-ketua” yang lain di tempat yang berbeda.
Ketika menjadi staf kerjanya di media yang didirikannya yakni Harian Perjuangan, ia selalu mengumbar motivasi agar tanggungjawab kerja menjadi keniscayaan untuk memenuhi tuntutan banyak kebaikan.
Menurutnya, sifat – sifat menjunjung tinggi kehormatan, integritas, dan nilai-nilai moral yang kuat bagian penting yang harus dipertahankan. Hal itu mencerminkan kesadaran dan komitmen pribadi atau tim kerja untuk hidup dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang tinggi.
Pak Rudolf – demikian kami memanggilnya – lebih sering memilih menghargai martabat terhadap hak asasi manusia, etika dalam hubungan sosial, menghargai perbedaan,bertindak dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Hal ini dibuktikannya dalam membuat kebijakan – kebijakan baik di perusahaan, organisasi sosial dan politik yang dipimpinnya.
“Jaga integritas dan tidak mengorbankan prinsip-prinsip moral untuk kepentingan pribadi atau kelompok, “ katanya suatu ketika kepada saya.
Pak Rudolf memang dikenal mempunyai kemampuan dalam mengatasi tantangan dan kesulitan dengan sikap yang teguh dan terhormat. Keyakinan pribadi yang kuat menjadi semangatnya menghadapi tekanan atau godaan yang dapat mengancam martabat.
Ia pernah menjabat sebagai Ketua DPD PDIP Sumatra Utara. Saat disinilah Pak Rudolf makin dikenal sebagai “Ketua” dengan kelengkapan hidup yang sempurna. Bisnisnya berkibar baik, karir politik disegani banyak orang dan fisiknya sangat mendukung melakukan berbagai hal.
Ia menamatkan pendidikan SD di Medan tahun 1954, SMP di Tanjung Pinang (tamat tahun 1957), SMA di Sukabumi (tamat tahun 1960) dan pendidikan sarjana ekonomi di Jepang (tamat tahun 1966).
Pernikahannya dengan Vera Natari boru Tambunan, memperoleh empat orang anak: Yohana Pardede (almarhumah), Beby Fedy Camelia Pardede, Salomo Tabah Ronal Pardede, dan Josua Andreas Pardede.
Rudolf menggantikan Gubernur Sumatra Utara, Rizal Nurdin yang tewas karena pesawat yang ditumpanginya jatuh pada tanggal 5 September 2005. Sebelumnya ia adalah Wakil Gubernur Sumatra Utara. Dari September 2005 hingga 8 Februari 2006, jabatannya adalah pelaksana harian Gubernur Sumatra Utara. Melalui Keputusan Presiden No. 27/2006, ia dikukuhkan sebagai Gubernur.
Sekarang Pak Rudolf menyisakan banyak kenangan berbalut martabat pribadinya yang melegenda. Usianya yang 81 tahun memberi makna bahwa pengalamannya mengayuh bahtera kehidupan terbilang paripurna.
Kita tidak tahu apakah “Ketua” se-martabat Pak Rudolf Pardede sudah dipersiapkan untuk dilahirkan di tanah Sumatera Utara ini. Semogalah teladan dan rekam jejak yang ditorehkannya menjadi inspirasi bagi semua yang menyintai kehormatan, integritas, dan nilai-nilai moral yang kuat. Selamat jalan Pak Rudolf … (Penulis wartawan dan budayawan)